Tuanku Imam Bonjol yang diangkat oleh pemerintah Republik Indonesia sebagai Pahlawan Nasional berasal dari keluarga sederhana. Tuanku Imam Bonjol berasal dari daerah Minangkabau Sumatra Barat. Asal usul Tuanku Imam Bonjol tidak ada yang bisa menjelaskan secara pasti. Sumber yang ada berasal dari Dati Tambo, keluarga dari Tuanku Imam Bonjol dan juga keterangan dari penulis Belanda pada saat Indonesia masih dijajah Belanda.
Berikut merupakan Asal usul Tuanku Imam Bonjol yang penulis dapatkan dari Buku "Tuanku Imam Bonjol", ditulis oleh Drs. Mardjani Martamin tahun 1985. Dahulu kala (tidak disebutkan waktu yang tepat) datanglah dua orang bersaudara yakni Syekh Usman dan Hamatun dari negeri Maroko ke Minangkabau. Setelah melalui perjalanan jauh mereka menetap pada suatu negeri yang bernama Alai, Ganggo Mudik, salah satu tempat yang sekarang terletak di kecamatan Bonjol, kabupaten Pasaman. Pada waktu itu yang menjadi pemimpin kampung Alai, Ganggo Mudik adalah Datuk Sati.
Syekh Usman dan Hamatun oleh Datuk Ali diberi tempat tinggal di sebuah kampung bernama "Koto" yang sekarang bernama Padang Bulus, terletak sebelah selatan kampung Tanjung Bunga. Setelah menetap lama disana, Syekh Usman diangkat sebagai kepala kaumnya sebagai seorang penghulu atau kepala suku dengan gelar Datuk Sakih. Selain itu Syekh Usman juga disebut dengan Syekh Bagindo Suman karena mengajarkan ilmu agama Islam secara mendalam kepada masyarakat. Walaupun sudah puluhan tahun gelar beliau masih dipakai sampai sekarang di kampung Ganggo Hilir, kecamatan Bonjol sebagai gelar untuk Kadhi disana.
Saudara Syekh Usman yakni Hamatun menikah dengan seorang guru agama bernama Khatib Rajamudin atau sering disebut dengan Buya Nuddin yang bertempat tinggal di kampung Tanjung Bunga, Alahan Panjang. Khatib Rajamudin berasal dari nagari Sungai Rimbang, suatu daerah di Kecamatan Suliki, Kabupaten Lima Puluh. Dari buah pernikahannya dengan Khatib Rajamudin, Hamatun dikaruniai empat anak bernama Muhammad Syawab, Sinik, Santun dan Halimatun. Muhammad Syawab atau sekarang terkenal dengan nama Tuanku Imam Bonjol, lahir pada tahun 1772
Ayahanda Tuanku Imam Bonjol, Khatib Rajamuddin adalah seorang guru agama yang sangat taat menjalankan ibadah agama Islam. Hal ini sangat berpengaruh kepada Tuanku Imam Bonjol karena didikan dari ayahanda kemudiaan hari saat menjadi pemimpin, beliau mempunyai pandangan yang sangat teguh terhadap hukum Islam. Beliau tidak mudah terpengaruh oleh suasana lingkungan masyarakat yang bertentangan dengan hukum Islam. Hal inilah yang menyebabkan bertambah besarnya simpati rakyat terhadap beliau sebagai pemimpinnya.
Masa Pendidikan Tuanku Imam Bonjol
Sejak kecil Tuanku Imam Bonjol sudah didik oleh ayahnya tentang agama Islam. Beliau mendapatkan ilmu agama Islam dari ayahnya dengan berlandaskan pada Al-Qur'an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Pada usia 7 (tujuh) tahun ayahanda Tuanku Imam Bonjol meninggal dunia, tepatnya pada tahun 1779. Pendidikan Tuanku Imam Bonjol tentang agama Islam kemdian diteruskan oleh neneknya yang bernama Tuanku Bandaharo yang tinggal di Kampung Padang Lawas dalam kenagarian Ganggo Hilir. Pada saat belajar agama dengan sang nenek, nama Muhammad Syawab (Tuanku Imam Bonjol) ditukar menjadi Peto Syarif - Tidak ada keterangan secara spesifik kenapa nama beliau ditukar. Sama dengan ayahanda beliau mengajarkan Peto Syarif hukum Islam. Saat memuntut ilmu dengan sang nenek Tuanku Imam bonjol juga mempelajari ilmu tentang pandai besi, pertambangan dan ilmu beladiri. Ilmu tersebut merupakan kapandaian umum yang harus dimiliki oleh seorang pemuda Minangkabau pada waktu itu.
Karena kepandaian dan kecakapan Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Bandaharo tidak sanggup lagi memberikan pelajaran agama kepadanya karena semua pelajaran agama Islam yang diajarkan dapat diselesaikan dengan cepat. Setelah selesai menuntut ilmu dengan sang nenek Tuanku Imam Bonjol pergi meninggalkan kampungnya untuk menuntut ilmu yang lebih tinggi lagi. Tujuan beliau dalam menuntut ilmu selanjutnya adalah di daerah kampung Muara di Pauh Gadis Kecamatan Suliki (kampung ayah beliau). Setelah selesai di sana kemudian Tuanku Imam Bonjol melanjutkan perjalanan mencari ilmu di Pasir Lawas di Palupuh. Setelah itu Tuanku Imam Bonjol kembali ke kampung beliau untuk mengajarkan dan mengembangkan agama Islam kepada masyarakat.
Tuanku Imam Bonjol merupakan seseorang yang haus akan ilmu pengetahuan. Setelah lama mengajarkan agama Islam dikampungnya beliau merasa ilmunya masih kurang, hal ini dikarenakan Tuanku Imam Bonjol dihadapkan dengan keadaan susunan masyarakat Minangkabau waktu itu masih sangat kuat berpegang pada kebiasaan lama yang menerut Tuanku Imam Bonjol hal itu sangat bertentangan dengan ajaran agama Islam. Tujuan selanjutnya dalam mencari ilmu Tuanku Imam Bonjol di kampung Koto Tuo, Kenegarian Empat Angkat Candung, kebupaten agam. Disana Tuanku Imam Bonjol dan juga rekannya Datuk Bandaharo berguru kepada Tuanku Koto Tuo seorang ahli tarekat Naksyabandyah (suatu aliran tarekat yang dianggap lebih dekat dengan aliran Sunnah wal Jamaah). Pada waktu itu Tuanku Imam Bonjol berusia 20 tahun (tahun 1792), disana beliau mendapatkan banyak ilmu dari Tuanku Koto Tuo diantaranya Fiqih Islam, Al-Qur'an, Hadis Nabi dan juga masalah hukum kepercayaan aspek kehidupan sosial.
Tuanku Koto Tuo mengajarkan kepada murid-muridnya pengetahuan yang sempurna tentang Al-Qur'an. Beliau menekankan mengenai masalah keduniawian dan nilai masyarakat Minangkabau untuk memudahkan mengembangkan ajaran Islam, khususnya ditujukan untuk menanggulangi kemerosotan moral dan kebobrokan masyarakat pada waktu itu. Tuanku Koto Tuo mengajarkan kepada murid-muridnya supaya bertindak tegas dalam masyarakat, akan tetapi dalam mensyiarkan ajaran Islam sebaiknya dengan perlahan-lahan dan meyakinkan.
Tuanku Imam Bonjol menuntut ilmu dengan Tuanku Koto Tuo selama 8 (delapan) tahun. Beliau tamat belajar pada tahun 1800 dengan hasil sangat memuaskan dan mendapatkan gelar "Malin Basa". Gelar "Malin Basa" mempunyai makna seorang Mualim "Malin" besar "Basa". Dalam bahasa Minangkabau "Malin Basa" berarti seorang yang mengetahui secara mendalam tentang suatu masalah. Dalam hal ini "Malin Basa" merupakan seseorang yang sangat mengetahui seluk belu agama Islam serta pengalamannya.
Selesai menuntut ilmu pada Tuanku Koto Tuo (tahun 1800), Tuanku Imam Bonjol melanjutkan lagi pendidikannya ke wilayah Aceh. Disana beliau menuntut ilmu tidaklah lama sekitar 2 tahun. Pada tahun 1802 beliau kembali ke kampung halaman Alahan Panjang untuk memulai melakukan pembaharuan sesuai dengan ajaran agama yang beliau dapatkan.
Pada tahun 1803 Tuanku Imam Bonjol mengembara kewilayah Kemang untuk kembali menuntut ilmu. Disana beliau bertemu dengan seorang guru bernama Tuanku Nan Renceh. Tuanku Imam Bonjol berguru kepada Tuanku Nan Renceh untuk mendapatkan ilmu baru. Selain ilmu agama Tuanku Nan Renceh juga mengajarkan ilmu strategi perang kepada Tuanku Imam Bonjol. Beliau diajarkan bagaimana cara mengendarai kuda sambil memimpin pasukan, bagaimana taktik memimpin perang, bagaimana mencari tempat yang strategis untuk menyerang dan bertahan, bagaimana cara menguasai bawahan dan lain sebagainya yang berkaitan dengan ilmu perang.
Setelah 2 tahun Tuanku Imam Bonjol menuntut ilmu kepada Tuanku Nan Renceh, pada tahun 1805 Taunaku Imam Bonjol diperintahkan Tuanku Nan Renceh untuk mendirikan sebuah benteng Batusangkar. Pada saat pembangunan benteng tersebut Tuanku Imam Bonjol berkenalan dengan Haji Piobang. Buah dari perkenalan tersebut Tuanku Imam Bonjol mendapatkan pelatihan kemiliteran lebih lanjut. Setelah selesai mendirikan benteng "Batusangkar", Tuanku Imam Bonjol kembali ke Kemang untuk menyelesaikan pendidikannya. Beliau mangakhiri pendidikan dengan Tuanku Nan Renceh pada tahun 1807.
Pada saat menuntut ilmu dengan Tuanku Nan Renceh, sekitar tahun 1803 Tuanku Imam Bonjol mendirikan sebuah gerakan yang tujuan utamanya untuk membersihkan praktek-praktek Islam yang tidak benar di masyarakat. Gerakan tersebut terkenal sampai sekarang dengan nama "Gerakan Paderi". Dengan munculnya gerakan tersebut, cita-cita Tuanku Imam Bonjol untuk melakukan pembaharuan dalam pelaksanaan ajaran Islam menjadi berkobar-kobar. Hal ini dikarenakan Tuanku Imam Bonjol mendapatkan kekuatan baru dari Tuanku Nan Renceh dan juga pengikut-pegikutnya.
Saat sekolah saya kurang tertarik dengan sejarah. Jadi, saya baru tahu kalau Tuanku Imam Bonjol ternyata dari Minang Kabau. Bahkan mendapatkan gelar Malin Basa atau Mualim Besar.
BalasHapusSaya sedikit bisa Bahasa Minang, karena keseharian Mama mertua bicara sama kami dengan Bahasa tersebut.
Kagum dengan kegigihan beliau belajar ilmu sampai pindah-pindah ilmu. Energy dan semangat belajarnya sudah sepatutnya ditiruh. Dan juga kegigihan dalam menegakkan ajaran agama yang benar.
Hal inilah yang perlu diketahui oleh generasi muda sekarang, supaya bisa meneruskan perjuangan para pahlawan terdahulu supaya negara ini bisa maju bersaing dengan negara besar. Jangan hanya ribut dengan sesama hanya karena masalah sepele yang bisa diselesaikan dengan musyawrah.
HapusIf you're trying to burn fat then you absolutely need to jump on this brand new personalized keto meal plan.
BalasHapusTo produce this keto diet service, licensed nutritionists, fitness couches, and chefs joined together to develop keto meal plans that are effective, painless, economically-efficient, and fun.
Since their grand opening in early 2019, thousands of people have already transformed their figure and health with the benefits a good keto meal plan can offer.
Speaking of benefits; clicking this link, you'll discover eight scientifically-certified ones given by the keto meal plan.