My-Dock - Pada waktu masih kanak-kanak, Gus Dur pernah di asuh oleh seorang santri dari Ponorogo yang bernama Kang Mungin dari Munggu Bungkal Ponorogo. Di pagi hari biasa para santri momong anak lelaki putra gurunya, yang bernama Abdurrahman Wahid, dia sedang belajar berjalan, jangkahnya tertatih-tatih, sebentar-sebentar ia terjatuh. Setiap kali ia jatuh oleh kang Mungin ditolongnya dengan dibangunkan dan dibersihkan badan dan kakinya dari debu yang menempel.
Tetapi ketika abahnya KH. A. Wahid Hasyim ayah Gus Dur melihat peristiwa itu, beliau segera melarang para santri melakukan hal itu, sebari berkata “Jangan di tolong !, biarkan dia berdiri sendiri, agar nanti bisa cepat mandiri”. Para santripun berdiam diri, mereka hanya bisa mengamati gus-nya sedang belajar berjalan, tanpa bisa memberikan pertolongan.
Pada tahun 2000 M, ketika itu Gus Dur menjabat sebagai Presiden RI, beliau pernah juga datang berkunjung ke rumah mbah KH. Mungin yang berada di Munggu Bungkal Ponorogo, untuk bersilaturrahim kepada pengasuhnya di waktu kecil.
KH. Abdurrahman Wahid lahir pada hari : Ahad Pahing, tanggal : 1 Rajab 1359 H bertepatan dengan tanggal : 04 Agustus 1940 M, di Denanyar Jombang. Ayah beliau bernama : KH. A. Wahid Hasyim bin KH. Hasyim ‘Asy’ari (Tebuireng). Sedangkan ibunya bernama : Ny. Hj. Sholihah binti KH. Bisri Syansuri (Denanyar).
Gus Dur menamatkan pendidikan dasar (SD) di Ja-karta tahun 1953 M, karena pada saat itu beliau mengikuti abahnya KH. Wahid Hasyim yang lagi tugas di Jakarta menjabat sebagai Menteri Agama dalam kabinet Hatta ( 20 Desember 1949 – 6 September 1950 ), kemudian pada kabinet Natsir ( 6 September 1950 – 27 April 1951 ) dan terakhir kabinet Sukiman ( 27 April 1951 – 3 April 1952 ) dan beliau sebagai perintis dan pelopor berdirinya perguru an tinggi IAIN ( Institut Agama Islam Negeri ) di seluruh Indonesia.
KH. Wahid Hasyim meninggal dunia pada hari : Ahad Pon tanggal : 5 Sya’ban 1372 H / 19 April 1953 M, akibat kecelakaan mobil yang dinaikinya di daerah Cimindi sebuah kota antara Cimahi dan Bandung dalam usia 39 tahun, dan dimakamkan di dekat makam Hadratus Syaikh KH. Hasyim Asy’ari di lingkungan PP. Tebuireng Jombang, ketika itu Gus Dur baru menamatkan sekolah di tingkat dasarnya.
Setelah tamat SD di Jakarta Gus Dur melanjutkan belajarnya di SMEP (Sekolah Menengah Ekonomi Perta- ma) Gowangan Yogjakarta sekaligus nyantri di Pondok Pe santren Krapyak (1956). Setelah tamat dari SMEP, beliau melanjutkan belajarnya di Pesantren Tegalrejo Magelang, selama 3 tahun kemudian ke Pesantren Tambakberas Jombang, mengajar di Madrasah Muallimat Tambakberas sejak tahun 1959.
Pada tahun 1960 melanjutkan pendidikannya di Universitas al-Azhar Cairo Mesir, lalu pindah ke Fakultas Sastra Universitas Baghdad Iraq, tetapi keduanya tidak sampai tamat. Sampai awal tahun 1970 masih aktif dalam setiap kegiatan PPI (Perhimpunan Pelajar Indonesia) Timur Tengah. Pulang dari Iraq mengajar di Fakultas Ushuluddin Universitas Hasyim Asy’ari (Unhasy) Tebuireng Jombang, sekaligus menjadi Dekannya (1972-1974), lalu menjadi Sekretaris Pesantren Tebuireng (1974-1979), pada tahun 1979 masuk kejajaran NU sebagi wakil Katib Aam PBNU. Kemudian pada Muktamar ke 27 di Situbondo Jawa Timur beliau terpilih sebagai Ketua Umum PB- NU bersama KH. Ahmad Shidiq sebagai Rais Aam-nya.
Dalam Muktamar NU ke 28 di PP. Krapyak Yogjakarta 1989 M, beliau dipilih kembali sebagi Ketua Umum PBNU yang kedua kalinya, dan pada Muktamar ke 29 di Cipasung 1994 M, masih dipercaya lagi menjabat sebagai Ketua Umum PBNU. Kemudian dalam Muktamar NU ke 30 di PP. Lirboyo Kediri Jawa Timur ( 1999 ) Gus Dur yang saat itu menjadi Presiden RI diangkat menjadi salah seorang Mustasyar PBNU.
Karier Politik Gus Dur
Pada masa awal meniti kariernya Gus Dur dikenal sebagai seorang kolumnis yang produktif, tulisannya banyak menghiasi halaman media masa nasional, terutama untuk majalah Tempo dan harian Kompas. Pernah menjadi Ketua Dewan Pelaksana Harian Dewan Kesenian Jakarta (DKJ), Juri Festifal Film Indonesia (FFI) dan juga pernah menjadi anggota MPR wakil dari DKI Jakarta.
Gus Dur memang sosok yang kontroversial, selain pernah mendapatkan penghargaan Ramon Magsaysay dari Philipina, ia juga mendapatkan penghargaan dari Yayasan Simon Perez Israel, disamping juga terpilih sebagai salah seorang presiden WCRP (World Coorporation Relegian President) persatuan umat ber-agama sedunia.
Semasa menjabat Ketua Umum PBNU yang ketiga kalinya (1998 M), PBNU memfasilitasi berdirinya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Gus Dur duduk sebagai Ketua Dewan Syuro partai tersebut. Nama PKB akhirnya lebih identik dengan Gus Dur daripada Ketua Umumnya, baik itu Matori Abdul Jalil maupun Dr. Alwi Sihab.
Dalam Sidang Umum MPR tahun 1999 M Gus Dur diangkat sebagai Presiden RI ke 4 (empat) menggantikan Prof. Dr. Ir. BJ. Habibie. Selama memegang jabatan Presiden Gus Dur banyak melakukan Reshuffle kabinet, sehingga banyak menimbulkan perlawanan dari partai-partai asal menteri itu berada. Puncaknya, beliau diserang lewat cara impeachment oleh para anggota DPR. Dan akhirnya dijatuhkan lewat SI (sidang istimewa) MPR tahun 2000, ketika itu MPR dipimpin oleh Dr. M. Amin Rais (Muhamma-diyah).
0 komentar:
Posting Komentar