Gambar hanya ilustrasi |
My-Dock / Sejarah - Ayah Ki Hajar Dewantara dan sang istri sangat aktif dan menyukai pelajaran kesastraan dan musik. Pangeran Sasraningrat merupakan seorang seorang sastrawan yang kuat, keistimewaan beliau adalah dapat mengungkapkan keindahan dalam bentuk syair. Sedangkan Pangeran Surjaningrat sangat menyukai musik dan ilmu keagamaan yang bersifat filosofis dan islami. Kakak beradik keturunan Sripaku Alam III ini bersama-sama telah dapat mengubah "Sastra Gending", selain itu juga sudah banyak mewariskan karya tulis berupa buku atau serat. Karya Pangeran Surjaningrat berbentuk syair dan bersifat filosofis-religius, sesuai dengan pandangan hidupnya adalah Islam Jawa. Selain itu juga syair lepas "Panembrama" untuk perayaan Taman Siswa.
Pangeran Surjaningrat (Ayah Ki Hajar), hidup dilingkungan keluarga yang tekun berolah sastra. Selain itu suasana religius dengan adanya langgar (surau) dan masjid didepan rumah menjadi salah satu faktor kuatnya keyakinan agama. Dari lingkingan yang agamis tersebut, Ki Hajar Dewantara menerima ajaran agama Islam. Ayah Ki Hajar berpedoman pada ajaran "Syariat tanpa hakikat adalah kosong dan hakikat tanpa syariat adalah batal". Selain pelajaran agama Ki Hajar juga mendapat pelajaran berupa ajaran lama yang dipengaruhi oleh filsafat Hindu yang tersirat dalam ceritra wayang. Pelajaran seni sastra, gending dan seni suara diberikan secara mendalam.
Keluarga Paku Alam termasuk keluarga yang maju. Seluruh putra-putra dalam lingkungan itu dikirim ke sekolah Belanda. Ki Hajar Dewantara bersekolah di Sekolah Dasar Belanda III, berbeda dengan saudara-saudaranya yang bersekolah di Sekolah Dasar Belanda I. Sekolah Dasar Belanda III terletak di Kampung Bintaran Yogyakarta, tidak jauh dari tempat tinggal Ki Hajar. Seperti anak sekkolah dasar pada umumnya Ki Hajar juga pernah berkelahi dengan temannya saat pulang sekolah.
Seteleh selesai sekolah dasar (1904), Ki Hajar melanjutkan sekolahnya di Sekolah Guru di Yogyakarta. Tidak lama setelah masuk di Sekolag Guru Ki Hajar mendapat tawaran bea siswa masuk Sekolah Dokter oleh dokter Wahidin Sudiro Husodo. Selama lima tahun (1905 - 1910) Ki Hajar Dewantara menjadi murid Sekolah Dokter. Ki Hajar tidak dapat merampungkan Sekolah Dokter karena tidak naik kelas dan bea siswanya dicabut. Ki Hajar tidak naik kelas karena sakit selama empat bulan. Terpakssa Ki Hajar meninggalkan sekolah tersebut karena tidak mampu untuk membiayai. Pada saat bersekolah di sekolah dokter Ki Hajar mendapat surat keterangan istimewa dari direktur sekolahnya berkaitan dengan kepandaiannya dalam berbahasa Belanda.
Walaupun tidak tamat saat bersekolah Dokter akan tetapi kihajar sudah mendapatkan banyak pengalaman baru disana. Sebagai mahasiswa Ki Hajar tinggal diasrama bersama teman-temannya dari berbagai daerah di Indonesia dan berbeda-beda agamanya. Bagi Ki Hajar tempat tinggalnya yang baru itu berbeda sekali dengan tempat asalnya. Suasana feodal yang dialami di rumah orang tuanya tidak terdapat di kota Jakarta.
Pada tahun 1908 saat masih menjadi mahasiswa kedokteran Ki Hajar berkenalan dengan Douwes Dekker dan aktif dalam organisasi Budi Utomo dan mendapat tugas sebagai propaganda. Setelah keluar dari sekolah Dokter, Ki Hajar bekerja pada laboratorium Pabrik Gula Kalibogor Banyumas dan pada tahun 1911 Ki Hajar pindah ke Yogyakarta bekerja sebagai pembantu apoteker di Rathkamp. Selain bekerja sebagai pembantu apoteker Ki Hajar mulai terjun dalam bidang jurnalistik, membantu surat kabar Sedyo Utomo di Yogyakarta, Midden Java di Bandung dan De Expres di Badung.
Karena sejak kecil Ki Hajar Dewanara telah dididik dalam suasana religius dan dilatih untuk mendalami soal-soal sastra dan kesenian, maka ketika sudah dewasa ia sangat menyukai dan mahir tentang bidang-bidang tersebut. Pada saat ia tinggal di negeri Belanda sebagai seorang buangan, Ki Hajar Dewantara dikenal sebagai ahli sastra jawa. Beliau diundang oleh panitia kongres Pengajaran Kolonial I di Den Haag untuk mengikuti kangres (1916) dan diminta untuk menyampaikan prasaran. Ki Hajar selalu berpendapat bahwa pendidikan seni adalah sangat penting, karena pendidikan kesenian (Pendidikan Estetis) dimaksudkan untuk menghaluskan perasaan terhadap segala benda lahir yang bersifat indah. Pendidikan estetis ini melengkapi pendidikan etis (moral) yang bertujuan menghaluskan hidup kebatinan anak. Dengan pendidikan etis ini anak dapat mengembangkan berbagai macam jenis perasaannya : religius, sosial, individual dan lain sebagainya.