Sejarah Kabupaten Polorejo dan R.T Brotonegoro

Makam R.T Brotonegoro

My-Dock Sejarah - Pada tahun 1765 Polorejo resmi menjadi kota Kabupaten, dengan bupatinya yang pertama ialah putra Surodiningrat I bupati Ponorogo yaitu Raden Tumenggung Brotonegoro. Pusat pemerintahan kabupaten terletak di Dukuh Dalem Ds. Polorejo, sekarang Jl. Srigading. Sekitar tahun 1824 M ada utusan seorang senopati keraton Solo mengadakan kunjungan ke Katemenggungan Polorejo, karena memang saat itu kabupaten Polorejo di bawah kekuasaan keraton Solo.

Ketika selama kunjungan di Polorejo senopati itu tertarik akan kecantikan putrinya tumenggung Brotonegoro yang sedang menjanda kembang. Akan tetapi sang tumenggung sangat keberatan jika anaknya dijadikan selir oleh sang senopati, yang menurut cerita sudah banyak selir itu. Karena usahanya tidak berhasil, senopati itu mendekati Tumenggung Sumoroto yang kebetulan ada ketidak cocokan dengan tumenggung Brotonegoro.  Maka diaturlah siasat memfitnah sang tumenggung ke Raja Solo, dia membuat laporan bahwa, tumenggung Brotonegoro mbalelo. Mendapat laporan ini, raja Solo nimbali (memanggil) Brotonegoro untuk menghadap sang raja.

Selanjutnya secara diam-diam raja Solo mengirimkan telik sandi (intel) pribadi agar menyelidiki ketemenggungan Polorejo. Hasil investigasi dari pada telik sandi itu adalah bahwa, tidak diperoleh bukti–bukti yang kuat yang menunjukkan adanya tumenggung Polorejo Brotonegoro akan mbalelo ( memberontak ) ke Solo. Telik sandi itu tidak mendapati adanya pelatihan-pelatihan perang yang dilakukan oleh para prajurit katemenggungan, yang didapati hanyalah latihan pencak silat biasa saja, dan ketika ditanyakan kepada penduduk desa, mereka rata-rata men jawab tidak ada apa-apa, lagi pula situasi lingkungan katemenggungan tampak aman tidak ada tanda-tanda yang membahayakan keamanan, dan persiapan pemberontakan.

Kemudian raja Solo mengirim lagi utusan untuk memanggil Brotonegoro agar menghadap Raja, seraya utusan itu mengatakan bahwa Raja tidak akan menghukumnya dengan jaminan dirinya sendiri. Artinya jika sampai di Solo Brotonegoro jadi dihukum, maka hidup dan matinya utusan itu diserahkan kepada Brotonegoro.

Ketika Tumenggung Brotonegoro memenuhi panggilan rajanya berangkat dari Polorejo bersama-sama para prajurit dan utusan menuju Solo, dalam perjalanan tidak mendapati gangguan apapun dan selamat sampai di keraton. Kemudian Tumeng gung bersama utusan memasuki keraton menghadap Raja, sesampainya di hadapan raja tidak ada tutur kata yang mengancam keselamatannya dari rajanya, bahkan hanya membicarakan tentang keadaan keamanan katemenggungan, dan kesejahteraan penduduk Kabupaten  Polorejo  dan tidak ada yang lain. Menjadi legalah hati sang tumeng gung setelah sekian waktu dihadapan raja diterima dengan baik dan tidak ada tanda-tanda untuk di rangket (di tangkap) untuk di penjarakan.

Setelah selesai pisowanan (menghadap) raja, Brotonegoro pulang kembali ke Kabupaten Polorejo dengan selamat, dan sesampainya di dalem Kabupaten terus istirahat untuk melepas lelah dan bersyukur kepada Tuhan bahwa dirinya terlepas dari  fitnah  yang mengancamnya dengan hukuman penjara.

Penulis : Moh. Cholil
Editor : Moh Najiib

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

2 komentar:

  1. Bermanfaat sekali informasinya gan, kalo bisa diceritakan juga
    bagaimana keadaan desa polorejo di masa sekarang. terima kasih

    BalasHapus
  2. Saya sangat Suka belajar sejarah, dengan mempelajari sejarah Kita visa tau kejadian apa saja yg pernah terjadi do dunia in. Terima kasih untuk penulis.

    BalasHapus