Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif

Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif

Dasar Teoritis Penelitian Kualitatif - Seorang peneliti yang mengadakan penelitian kualitatif biasanya berorientasi pada orientasi teoritis. Pada penelitian kualitatif, teori dibatasi pada pengertian; suatu peryataan sistimatis yang berkaitan dengan seperangkat proposisi yang berasal dari data yang diuji kembali secara impirus. Dalam uraian tentang dasar teori   tersebut, Bogdan dan Biklen (1982) menggunakan istilah paradigma. Paradigma dalam hal ini berguna untuk mengarahkan cara berfikir dan cara penelitian. Penelitian yang baik adalah menyadari dasar orientasinya memanfaatkanya dalam pengumpulan dan analisis data. Pada bagian berikut dikemukakan beberapa kemungkinan teori yang menunjang pendekatan kualitatif.

Berikut dikemukakan beberapa pendekatan yang menjadi landasan filosofis penelitian kualitatif.
  1. Pendekatan fenomenologis, penelitian dalam pandangan fenomenologis berusaha memahami arti peristiwa-peristiwa dan kaitan-kaitanya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertetu. Sosiologi fenomologis pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh filsuf Edmund Husserl dan Alfred Schultz. Pengruh lainya berasal dari Weber yang memberi tekanan pada verstehen, yaitu pengertian interpretatif terhadap pemahaman manusia. Fenomologi tidak berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang diteliti oleh mereka. Inkuiru fenomologis memulai dengan diam-diam merupakan tindakan untuk mengungkap pengertian sesuatu yang sedang diteliti. Yang ditekankan oleh kaum fenomologis ialah aspek subyektif dari perilaku orang. Mereka berusaha untuk masuk ke dalam  dunia konseptual para sobyekyang ditelitinya dengan sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu pengertian yang dikembangkan oleh  mereka disekitar peristiwa dalam kehidupan sehari-hari. Para fenomolog percaya bahwa mahkluk hidup tersedia berbagai cara untuk menginterpretasikan pengalaman melalui interaksi dengan orang lain, dan bahwa pengertian pengalaman kitalah yang membetuk kenyataan.  Menurut Neong Muhadjir (1998) bahwa pendekatan phenomologik bukan hendak berfikir spekulatif, melainkan hedak mendudukan tinggi pada kemampuan manusia untuk berfikir reflek, dan lebih jauh lagi untuk menggunakan logika reflektif disamping logika induktif dan deduktif, serta logika materiil dan logika social.  Pendekatan phenomologik bukan hendak menampilkan teori dan konseptualisasi yang sekedar berisi anjuran atai imperatif, melainkan mengangkat makna etika dalam berteori dan berkonsep.
  2. Interaksi simbolik, bersamaan dengan perspektif fenomologis, pendekatan ini berasumsi bahwa penglaman manusia ditengahi oleh penafsiran. Obyek, orang, situasi dan peristiwa tidak memiliki pengertianya sendiri, sebaliknya pengertian itu diberikan untuk meraka. Penafsiran bukanlah tindakan bebas dan bukan pula ditentukan oleh kekuatan manusia atau bukan. Orang-orang menafsirkan sesuatu dengan bantuan orang lain seperti orang-orang masa lalu, penilis, keluaarga, pemeran ditelevisidan pribadi-pribadi yang ditemuinyadalam latar tempat mereka bekerjaatau bermain, namun orang lain tidak malakukannya untuk mereka. Melalui interaksi seseorang membetuk pengertian. Orang dalam situasi tertentu (misalnya mahasiswa dalam ruang kuliah tertetu) sering mengembangkan difinisi bersama (atau “perspektif bersama” dalam bahasa interaksi simbolik) karena mereka secara teratur berhubungan dan mengalami pengalaman bersama, masalah, dan latar belakang, tetapi kesepakatan tidak merupakan keherusan. Di pihak lain sebagian memegang “definisi kebersamaan” untuk menunjuk pada “kebenaran”, suatu pengertian yang senantiasa dapat disepakati. Hal itu dapat oleh orang yang melihat sesuatu dari sisi yang lain. Bila bertindak atas dasardefinisi tertentu, sesuatu barangkali tidak akan baik bagi seseorang. Biasanya pada orang seorang ada masalah, dan masalah itu dapat membentuk definisi baru, dapat meniadakan yang lama, dengan kata lain dapat berubah. Bagaimana definisi itu berubah atau berkembang merupakan pokok persoala yang diteliti. Dalam interaksi simbolik terdapat beberapa prinsip dalam menafsirkan prilaku manusia. Penganut interaksionis berasumsi bahwa analisis lengkap prilaku manusia akan mampu menangkap makna simbul dalm interaksi. Pakar sosiologi harus juga menangkap pola prilaku dan konsep diri. Konsep itu beragam dan kompleks, verbaldan non verbal, terkatakan dan tidak terkatakan. Prinsip metodologi pertama adalah; social dan interaksi itu menyatu. Tak cukup bila kita hanya merekam fakta , kita harus mencari yang lebih jauh, yaitu mencari konteks seningga dapat ditangkap simbul dan maknanya. Prinsip kedua; karena sinbul dan makna itu tak lepas dari sikap pribadi, maka jati diri obyek dengan demikian menjadi penting.  Prinsip metodologi ketiga adalh; peneliti harus sekaligus mengaitkan antara social dengan jatidiri dengan lingkungan dan hubungan socialnya. Konsep jatidiri terkait dengan konsep sosiologik tentang struktur social dan lainnya.  Prinsip keempat adalah; hendaknya direkam stuasi yang menggambarkan social dan maknanya, bukan hanya merekam fakta sensual saj.  Prinsip kelima adalh; metode-metode yang digunakan hendaknya mampu mereflesikan bentuk prilaku dan prosesnya. Prinsip keenam adalah; metode yang dipakai hendaknya mampu menangkap makna di balik interaksi. Kadangkala ada interaksi yang menunjuk tentang perbedaan hasil penelitian pada daerah kasus yang sama. Perlu dipertimbangkan bahwa banyak sekali kemungkinan terjadinyaperbedaan hasil penalitian, karena memang obyek yang diobservasi berbeda , atau analisisnya berbeda, atau yang dipertanyakan berbeda. Prinsip ketujuh mengemukakan bahwa sesitizing (yaitu sekedar mengarahkan pemikiran) itu yang cocok dengan interaksionisme simbolik dan ketika mulai memasuki lapangan perlu dirumuskan menjadi yang lebih operasional menjadi scientific concepts. Bila prinsip ketujuh ini digunakan, nampaknya mengembangkan interaksionisme simbolik yang phenomologik akan mengarah ke pemikiran statistik kuantitatif.
  3. Pendekatan etnographi, merupakan salah satu model penelitian yang lebih banyak terkait dengan antropologi, yang mempelajari social, yang menyjikan pandangan hidup sobyekyang menjadi sobyek studi. Lebih jauh etnografi telah diperkembangkan menjadisalah satu model penelitian ilmu-ilmu social yang menggunakan landasan filsafat phenomologi. Studi etnografi merupakan salah satu deskripsi tentang cara berpikir, hidup, berprilaku.
  4. Pendekatan etnometodologi adalah studi tentang bagaimana individu menciotakan dan memehami kehidupannya seheri-hari. Sobyek etnometodologi bukanlah suku-suku yang terasing, melainkan orang-orang   dari berbagai macam stuasi dalam masyarakat kita. Etnometodologi berusaha memahami bagaimana orang-orng mulai melihat, menerangkan dan menguraikan keteraturan dunia tempat mereka hidup. Menurut para etnometodolog, penelitian bukanlah merupakan usaha ilmiah yang unik, tetapi lebih merupakan “penyelesaian praktis”.

Bagikan ke :

Facebook Google+ Twitter Digg Technorati Reddit

0 komentar:

Posting Komentar